Unsur intrinsik ialah
unsur/bagian yang membentuk sebuah cerita (cerpen/novel). Unsur-unsur intrinsik
tersebut adalah: tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan
amanat.
A.
Penokohan
1. Pengertian
Penokohan sering juga disebut perwatakan, yaitu pelukisan mengenai
tokoh cerita. Pelukisan ini mencakup keadaan lahir dan batin tokoh. Keadaan
lahir merupakan bentuk jasad tokoh, keadaan batin mencakupi pandangan hidup tokoh, sikap tokoh, keyakinan, dan adat istiadat.
2.
Teknik Penokohan
Dalam menggambarkan
watak tokoh pengarang menggunakan dua cara yaitu (1)penggambaran langsung dan (2)penggambaran tidak langsung.
(1) Penggambaran Langsung
Dikatakan penggambaran langsung karena penulis langsung
menyatakan watak tokoh; pembaca tidak perlu lagi menafsirkan.
Contoh:
a. Bangkuro
lelaki yang tampan. Jejak ketampanannya tampak jelas menutupi garis-garis
ketuaannya. Ia sangat disayangi rakyatnya. Di
balik kekerasan watak dan pembawaannya tersimpan hati yang sangat penyayang.
Hutan di mana mereka bermukim sangat dijaga oleh Bangkuro dengan berbagai
peraturan. Tidak ada yang boleh dirusak dan diganggu jika tidak dibutuhkan.
Hewan buruan ditangkap sekedar untuk dimakan, bukan untuk kesenangan. Ia pun
menggalakkan bercocok tanam kepada rakyatnya. Bukan hanya menggantungkan hidup kepada
alam seperti yang selama ini mereka lakukan.
Jurang
Perdamaian, Abu Syuhada
Watak tokoh ”Bangkuro” dalam
penggalan cerita di atas adalah berwatak keras dan hatinya penyayang.
b.
Badannya sedang, tak gemuk dan tak
kurus, tetapi tegap. Pada wajah mukanya yang jernih dan tenang, berbayang,
bahwa ia seorang yang lurus, tetapi keras
hati; tak mudah dibantah, barang sesuatu maksudnya. Menilik pakaian dan
rumah sekolahnya, nyata ia anak seorang yang mampu dan tertib sopannya,
menyatakan ia anak seorang yang berbangsa tinggi.
Siti Nurbaya, Marah Rusli
Watak tokoh ”ia” dalam penggalan cerita di atas adalah
lurus (jujur) dan keras hati.
(2) Penggambaran
Tidak Langsung
Penggambaran watak tokoh secara tak
langsung maksudnya pembaca menafsirkan sendiri watak tokoh. Watak tokoh
ditafsirkan berdasarkan: (1) fisik tokoh, (2) dialog antartokoh, (3) tanggapan
tokoh lain, (4) lingkungan tokoh, (5) tindakan/perbuatan tokoh, (6) pikiran
tokoh.
a. Dialog antartokoh
Yaitu pembaca dapat mengetahui watak tokoh dari pembicaraan tokoh dengan
orang lain. Bagaimana tokoh itu berbicara, apa isi pembicaraannya dengan tokoh
lain, menggambarkan watak si tokoh.
Contoh:
”Aku tidak peduli! Pokoknya hari ini, malam ini, detik
ini juga kalian angkat kaki dari rumah ini!” Sang juragan menatap Adi dan
ibunya dengan mata penuh api.
”Juragan, kasihanilah kami. Beri
waktu seminggu lagi, kami akan segera lunasi uang kontrakan,” ibu memandang sang juragan dengan air mata
berlinang.
Dari penggalan
cerita di atas, dari apa yang ia ucapkan kita tahu sang juragan adalah seorang
yang berwatak bengis dan tak punya rasa kemanusiaan.
b. Tanggapan (ucapan) tokoh lain
Yaitu pembaca dapat mengetahui watak tokoh
dari tanggapan yang dilontarkan oleh tokoh lain dalam cerita.
Contoh:
”Ada masalah apa
antara kau dan Leni, Meri?” tanya Mak suatu malam.
”Itulah,
Mak. Aku memang tak senang dengan dia. Dia tak bisa menyimpan rahasia. Mulutnya
ember, bocor, tak ada remnya. Aku sudah bilang, tolong jangan cerita pada orang
lain. Eh, barus sehari udah banyak orang yang tahu.”
Dari penggalan
cerita di atas, berdasarkan ucapan Meri, watak Leni adalah tidak bisa menyimpan
rahasia.
c. Perbuatan tokoh
Yaitu pembaca bisa menentukan watak tokoh dari apa yang dilakukan tokoh
tersebut.
Contoh:
Lelaki itu
sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali
untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli
bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor
tidak perlu diragukan. Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya
sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang
ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili
mereka,melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan
bercanda mesra..
Rafli
percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.
Watak Rafli adalah
setia kepada istrinya.
d. Pikiran tokoh
Yaitu pembaca bisa menentukan watak tokoh dari apa yang dipikirkan tokoh
tersebut.
Contoh:
Sampai jauh
malam Iyen masih terjaga. Ia terus menguatkan hati. Ia tak boleh merasa lemah
oleh masalah dan kesulitan. Ia harus terus melangkah maju. Kehidupan serba sulit yang saat ini
ditanggungkan keluarganya harus ia ubah. Iyen yakin, dengan cara sekolah
setinggi-tingginya kemiskinan yang membalut keluarganya bisa ia lawan.
Watak Iyen yang tidak suka berputus asa tergambar dari
pikiran tokoh Iyen di atas.
B.
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi penulis dalam cerita.
Hanya ada dua sudut pandang, yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama
Artinya penulis terlibat dalam cerita,
ditandai dengan adanya seorang tokoh yang bernama “Aku”.
Terbagi dua:
a. Orang pertama pelaku utama
Penulis, si ”Aku”, adalah tokoh utama dalam cerita.
Cerita tersebut adalah peristiwa yang menimpa penulis.
Contoh:
Mak
memandangku dengan mata penuh kasihan dan sayang. Aku lebih kasihan lagi pada
Mak. Membesarkan lima orang anak sendirian bukan pekerjaan mudah. Aku ingin
membantu meringankan beban Mak. Separuh hari sekolah, separuh hari berkuli.
Kalau libur, sepanjang hari aku berkuli.
Aku ingin
membahagiakan Mak. Itu citaku.
”Biarlah Adi
belajar tentang pahitnya hidup, Mak. Mungkin berguna nanti.”
”Tapi
Mak kasihan. Pulang kerja kamu terkapar
keletihan. Lagian, nanti belajarmu terganggu.”
”Percayalah
pada Adi, Mak. Adi tidak akan mengecewakan Mak. Insyaallah.”
Mak diam.
Itu kalimat pamungkasku. Suara hatiku yang paling dalam. Mak selalu terdiam
kalau mendengar kalimat itu.
Anjing, karya Abu Syuhada
b. Orang pertama pelaku sampingan
Penulis, si ”Aku”, bukan tokoh utama, tapi tokoh sampingan dalam cerita.
Cerita tersebut adalah pengalaman teman, sahabat, saudara, dll. dari penulis
yang penulis— si Aku —ikut terlibat dalam peristiwa cerita.
Contoh:
Mata Adi menatapku dalam. Aku melihat
derita yang sangat pedih di mata itu.
”Aku akan membalaskan apa yang telah
mereka lakukan pada keluargaku.”
”Sabarlah, Di. Sehatkanlah dulu
badanmu.”
”Terima kasih, Can. Kau sangat banyak
membantuku.”
Adi langsung bangkit dari duduknya.
Dengan agak sempoyongan ia berdiri dan berjalan menuju pintu. Sebelum menutup
pintu, ia menoleh kepadaku sebagai tanda meminta izin pulang. Aku mengangguk.
Entah apa yang akan terjadi
esok. Adi pasti mencari siapa orang yang telah membantai seluruh anggota
keluarganya.
2. Sudut pandang orang ketiga
Artinya penulis
berada di luar cerita; tidak ada tokoh yang bernama “Aku”.
Terbagi dua:
a. Orang ketiga terarah
Penulis fokus
pada menggali isi pikiran dan perasaan dari tokoh utama. Tokoh-tokoh lain
tampak diabaikan, tidak terlalu diungkap pikiran dan perasaannya.
Contoh:
Rasa tak
tertanggungkan lagi oleh Alim konflik rumah tangganya kali ini. Rumah tangganya
seperti di ambang keruntuhan. Semua pihak yang terkait sudah tak punya lagi
stok kesabaran yang bisa mendinginkan situasi. Suasana selalu panas.
Pertengkaran sambung menyambung setiap kedua pihak bertemu.
“Seperti tak ada jalan keluar lagi,” kata Alim seperti
kepada dirinya sendiri. Alim memandang
Fatah, sahabat karibnya. Matanya jelas
menampakkan kekisruhan yang sangat. Matanya terlihat sayu ketika memandang Fatah.
“Alim,
Allah yang memberi masalah dan mintalah pertolongan pada-Nya jalan keluar,”
kata Fatah.
Secercah
cahaya berkilat di mata Alim. Ia seperti tersiram air sejuk pegunungan
Sibayak. Apa yang diucapkan Fatah benar.
Ia telah melupakan Sang Pemberi Masalah. Mengapa ia tak bertanya kepada Yang
memberi masalah ini kepadanya. Tentu Yang memberi masalah tahu jawabannya. Alim
beristighfar sebanyak-banyaknya dalam hatinya. Ah, alangkah telah jauh aku
darimu Ya Allah.
b. Orang ketiga serbatahu
Penulis serbatahu apa yang dipikirkan dan dirasakan
seluruh—sebagian besar—dari tokoh-tokoh dalam cerita. Sebagian besar tokoh
cerita ia ungkap pikiran dan perasaannya.
Contoh:
”Kembalikan saja semua yang telah
kauambil,” kata Ustad Imran memandang Dodi tenang. Ustad Imran tahu bahwa Dodi
harus diberi ketenangan. Ketenangan ini akan memberi kekuatan kepadanya.
Masalah yang dihadapinya bukan masalah yang ringan. Berat, sangat berat.
Dodi sangat galau. Wajahnya kusut,
dahinya berkerut penuh lipatan. Sedang terjadi pertarungan batin yang luar
biasa di dalam dadanya. Dadanya serasa mau pecah, dan kepalanya seakan mau
berkeping-keping. Ia harus mengumpulkan
keberanian sebanyak-banyaknya untuk mengakui perbuatan salahnya dan
mengembalikan hasilnya.
0 komentar
Posting Komentar
Komentar, tentang saran dan kritik sampaikan saja disini, Yang mau komentar kasar sebaiknya Jangan karena akan menimbulkan keributan Di blog ini.Bila ada yang mengcopy entri ini harus mencantumkan sumber blog ini ya.
Terima kasih sudah berkunjung ke blog Like Shared. Datang lagi ya